Kamis, 14 Maret 2013

KaryaKu,..


Kelinci Dan Beruang
Suatu hari ada seekor kelinci yang dibuang oleh majikannya di sebuah hutan yang luas.
Kelinci             : (Menangis),… Dimana aku sekarang,….????
                         Jahat sekali majikanku membuang diriku begitu saja di hutan ini.
Tiba-tiba ada 2 ekor beruang yang sedang berjalan-jalan dan mendengar tangisan.
Beruang 1        : Dodo,.. Kamu mendengar ada yang menangis tidak,…???
Beruang 2        : Iya Didi,… aku mendengarnya,… Ayo coba kita cari tau,…!!!!
Bertemulah kelinci dengan 2 ekor beruang.
Beruang 1        : Ada apa denganmu,…????
Kelinci             : Aku tersesat di hutan ini, aku di buang oleh majikanku,….
Beruang 1        : Aduh,… Kasihan sekali,… Malang sekali nasib kamu,…!!!
Beruang 2        : Ya sudah,… Kamu ikut kita saja,… Jangan khawatir,.. kita hewan yang baik   kok,…!!!
Beruang 1        : Kenalin dulu, namaku Didi.
Beruang 1        : Namaku Dodo.
Beruang 1+2   : Namamu siapa,…???
Kelinci             : Namaku Reuli,…
Dengan hati yang tulus, kedua beruang itu mengajak kelinci untuk tinggal bersama.
Beruang 2        : Disinilah biasanya kita tinggal.
Beruang 1        : Lebih baik kamu istirahat saja terlebih dahulu disini.
Kelinci             : Terima kasih ya,… Maaf aku sudah merepotkan kalian,….
Beruang 1        : Iya, tidak apa-apa,…
Merekapun tertidur dengan lelap.
Keesokan harinya.
Beruang 1        : Perut q lapar sekali kawan,….
Bagaimana kalau kita cari makan,…
Beruang 2        : Iya aku juga lapar nih,…
Kelinci             : Iya, ide yang bagus,…
                        Ayo, kita berangkat,…
Beruang 1+2   : Oke,… Lets go,…
Didalam perjalanan, mereka sambil  bernyanyi bersama,…
Ketiganya        : Lalalalalalala,….. Lalalalalalala,…. Lalalalalalala,…..
Beruang 1        : Sebelah sini kawan,… Ini ada makanan yang lumayan enak,…
Beruang 2        : Iya,.. benar juga.
+kelinci
Beruang 1        :Reuli, Kamu kan bisa manjat ke atas pohon kan,…?? Tolong dong ambilin buah semangka di atas.
Kelinci             : Iya, sebentar ya,… aku makan dulu,… soalnya aku lapar sekali.
Kedua beruangpun menunggu kelinci selesai makan.
Kelinci             : Akhirnya, kenyang juga diriku,…
Karena kenyang, kelincipun terlelap tidur. Dan membiarkan temannya dalam kondisi lapar. Kelinci lupa akan pertolongan yang sudah diberikan oleh kedua beruang. Karena jengkel dan kesal, kelinci menjadi santapan beruang.
Beruang 1        : Wah, tidak tau terima kasih,… Udah di tolong giliran kita minta tolong malah diabaikan.
Beruang 2        : Iya, benar juga,… Lebih baik kita bunuh saja dia.
Beruang 1        : Iya benar sekali.
Kelincipun di bunuh dan menjadi santapan beruang.

PuisiKu


KENANGAN TERINDAH

Pertama terasa tersudut
disaat kau datang
Rasa kesal dan sebalpun menghampiri diriku
dengan tingkah lakumu
Awalnya kau memberikan kesan baik pada kita semua

                        Akan tetapi lambat laun waktu berjalan
                        tingkah lakumu semuanya berubah
                        Kesan baik tercoreng dengan perilaku burukmu
                        membuat kekecewaan pada kita semua

Kenangan indah tentang dirimu
Membuat selalu terkenang dengan indah pada kita semua
Kenangan yang takkan mungkin dilupakan
Selamat jalan kawan….. Semoga kita sukses…..

Senin, 11 Maret 2013

Tugas Reproduksi. Makul Membaca Komprehensif

Tugas Reproduksi. Mata Kuliah Membaca Komprehensif. Novel Delusi karya Supaat I. Latief, coba menggali, mengungkapkan, dan menawarkan sebuah kisah tentang potret anak desa dengan segala aspek kepercayaan. Dan segala aspek yang hidup dalam ingatan kolektif masyarakat pedesaan di Jawa. Menikmati novel Delusi ini seakan-akan kita sebagai pembaca diseret kembali pada masa tiga puluh-empat puluh tahun silam. Dimana alam lingkungan masih relatif rimbun. Udara bersih. Air dan tanah belum banyak tercemar bermacam-macam pestisida. Desa Woh namanya. Desa yang masih sangat senyap karena listrik dan televisi belum masuk desa. Sarana hiburan anak-anak desa hanya sungai dan sawah. Kegiatan anak-anak desa adalah mandi berlama-lama di sungai, mengail ikan, atau mencari belut di sawah.. Supaat I. Latief melukiskan masa lalu itu secara baik pada diri Madun dengan segala kenakalannya. Juga pada Pri, dan Qin, kawan bermain Madun. Desa Woh adalah desa yang masih kental dengan budaya nenek moyangnya. Yaitu membuat makanan untuk sesajen. Kegiatan inilah yang masih turun menurun dan masih dilakukan oleh masyarakat desa itu. Dengan kepercayaan kalau masyarakat membuat sesajen akan makmur kehidupannya dan dijauhkan dengan segala bencana. Ketika tidak membuat sesajen akan tiba bencana besar yang melanda desa itu. Berbeda dengan Desa Legi, Desa yang paling dekat dengan Desa Woh. Desa legi adalah desa yang sudah lebih banyak kemajuannya. Pendidikan di Desa Legi sudah ada beberapa tahun yang lalu. Orang-orang yang ada di Desa Legi lebih banyak mementingkan kebersamaan dan kegotongroyongan. Kehidupan beragama sudah mulai tercipta meski belum sempurna. Suatu ketika ada warga Desa legi yang tampan dan gagah tubuhnya. Namanya Karmin. Sudah banyak orang tua yang ingin mengambilnya sebagai menantu. Namun Karmin seolah masih enggan untuk memulai kehidupan rumah tanggga. Suatu hari Karmin ingin bermain dengan kawan-kawannya. Dia berjalan sambil mencari teman-temannya. Sampai ditempat yang biasanya dibuat nongkrongpun tidak ada. Karmin hanya terus berjalan, dan akhirnya sampai perbatasan antara Desa Legi dan Desa Woh. Karmin bertemu dengan gadis yang berjalan kearah dia berdiri. Bertemulah Karmin dengan gadis itu. Pasinem namanya. Setibanya dirumah, Karmin bercerita dengan Bapak dan Ibunya. Tanggapan dari Bapak dan Ibu Karmin adalah seolah tidak merestui hubungan dengan Pasinem yang berasal dari Desa Woh. Alasannya adalah karena tradisi yang ada di Desa Legi menganggap kalau perjodohan orang-orang Desa Legi dengan orang Desa Woh akan berakibat buruk. Karmin seolah ingin menentang tradisi yang masih dipercaya oleh masyarakat sekitar. Sehingga ia mencari pandangan pada orang yang lebih bisa dipercaya. Berkunjunglah Karmin beserta teman-temannya ke rumah Pak Kuwat. Dengan percayanya Karmin langsung bertanya akan perjodohan antara orang Desa Legi dan orang Desa Woh yang akan menimbulkan kesengsaraan. Pak Kuwat menjelaskan dengan gamblang sampai Karmin mampu memahami. Sepulang dari rumah Pak Kuwat, Karmin menjelaskan pada Bapak dan Ibu. Akhirnya Bapak dan Ibu Karmin tidak mampu mengelak akan keinginan dari Karmin. Kemudian menikahlah Karmin dengan Pasinem. Mereka hidup sangat bahagia. Bahkan jauh dari kata sengsara atau buruk yang sering dibicarakan oleh banyak masyarakat. Kebahagiaan itu lengkap dengan lahirnya anak lelaki yang diberi nama Madun. Keluarga itu tinggal di Desa Woh yang dianggap masih kental dengan budaya nenek moyangnya. Asal mula Desa Woh adalah suatu hari ada sepasang suami istri yang tersesat di hutan dan tak tau jalan untuk kembali pulang. Namanya adalah Ki Wasesa dan Karti. Mereka melihat hutan yang penuh akan kekayaan alam. Mulailah mereka menyisir hutan dan sekaligus membangun rumah yang sangat sederhana. Tempat yang dipergunakan sebagai berteduh ketika siang dan malam hari. Mereka menikmati sekali kehidupan di hutan yang sangat bergantung dengan alam. Kebahagiaan mereka lengkap dengan lahirnya anak perempuan yang sangat cantik. Anak yang diberi nama Kartili. Tanpa dirasa betul Kartili tumbuh menjadi gadis dewasa. Banyak pinangan yang berdatangan pada Kartili, akan tetapi Kartili seolah tidak menghiraukan. Sampai datang pinangan dari Surono namanya. Kartili seolah tertarik akan ketampanannya. Ki Wasesa yang mengetahui hal tersebut langsung menikahkan mereka, dengan syarat Surono dan Kartili harus tinggal di hutan bersama. Surono yang benar-benar jatuh cinta pada Kartili langsung mengiyakan syarat dari Ki Wasesa. Menikahlah mereka dan tinggal bersama dihutan dan membangun rumah yang berada di samping rumah Ki Wasesa dan Karti.Tanpa disangka dalam hitungan bulan banyak pendatang baru yang terus berdatangan. Dorongan dari orang-orang pada Ki Wasesa untuk memberi nama Desa yang menjadi tempat tinggal mereka. Apabila ada sanak saudara yang ingin berkunjung dapat lebih mudah mencarinya. Diberilah nama desa yaitu Desa Woh. Suatu ketika Madun (anak dari Karmin dan Pasinem) penasaran dengan sesajen yang sering kali dibuat oleh masyarakat Desa Woh. Masyarakat Desa Woh yang mempunyai tradisi membuat sesajen di depan rumah-rumah, di perempatan, di pinggir kali, di atas batu besar, atau di tengah sawah-sawah lengkap dengan panganan mentah atau yang sudah matang. Keinginan Madun muncul ketika dalam kondisi yang sangat lapar di sawah bersama Bapaknya ingin sekali mengambil makanan sesajen itu. Diambilnya dengan rasa yang percaya diri dan dimakannya. Bapaknya yang mengetahui langsung menyuruh Madun untuk pulang, agar tidak diketahui oleh warga sekitar. Sesaat setelah Madun makan makanan sesajen, ia jatuh sakit. Perutnya sering kali muntah dan kondisi badan semakin pucat. Ibu Madun yang khawatir langsung panik dan cepat-cepat mencari obat untuk Madun. Sesampai ibu di warung untuk membeli obat ternyata banyak anak Desa yang sakit sama seperti yang diderita Madun. Obatnya saja sudah habis dibeli oleh ibu-ibu yang anaknya juga sakit seperti Madun. Ibu dan Bapak Madun menduga kalau yang terjadi di Desanya adalah balak dari danyang desa. Dugaan hanya sekedar dugaan ibu hanya beharap tidak terjdi apa-apa pada keluargnya. Akhirnya Madun sembuh dari sakit yang diderita bersama teman-temannya. Ulah Madun tidak terhenti sampai disini saja. Madun masih ingin juga mengambil sesajen itu. Meskipun sudah dilarang oleh orang tuanya, dan larangan dari Pemangku Adat. Madun dan Kawan-kawannya tetap mengambil sesajen itu. Ketika di Desa Woh mengadakan upacara adat yang disertai sesajen berupa makanan yang bermacam-macam, kembang dan penari-penari jaranan.. Madun dan Kawan-kawan mengikuti upacara itu. Madun dan Kawan-kawan hanya memperhatikan sesajen. Tiap ada langkah untuk bisa mendekati sesajen itu Madun dan Kawan-kawan semakin mendekat. Hingga sampai di depan sesajen. Ulah yang dilakukan Madun dan Kawan-kawannya adalah tetap dengan prinsip awal yaitu mubadzir untuk membuang makanan yang enak-enak itu. Lebih baik kita makan dari pada busuk dimakan lalat dan hilang sedikit demi sedikit dimakan burung. Ulah Madun diketahui oleh Pemangku Adat. Akan tetapi ulah dari Madun tidak mendapat reaksi apa-apa dari Pemangku Adat. Pemangku Adat menganggap kalau Madun dan Kawan-kawannya masih terlalu dini untuk diberi hukuman adat dan belum tahu akan adat di Desa. Wargapun tidak mampu berbuat apa-apa hanya bisa menggunjingkan dengan warga lain. Ulah Madun semakin menjadi-jadi. Tanpa sembunyi-sembunyi mereka memakan sesajen itu. Tidak takut bila danyang desa marah. Kondisi Desa Woh berubah seketika datang guru dari Desa lain yang akan mengajarkan pada anak-anak di Desa Woh. Namanya Pak San dan Bu Nis. Mereka yang akan memberikn ilmu pengetahuan pada anak-anak di Desa Woh. Mengajarkan akan pengetahuan agama pada Tuhan yang menciptakan bumi dengan segala isinya. Lambat laun dalam proses pembelajaran anak-anak Desa Woh sedikit mampu memahami. Pak San dan Bu Nis hanya sekedar berpesan kalau suruh mengajak semua keluarga dan tetangga untuk belajar pada Pak San dan Bu Nis agar juga mengetahui akan ilmu agama. Akhirnya sesuai waktu yang berjalan warga banyak yang sudah mempercayai akan keberadaan Tuhan, dan sedikit sudah tidak mempercayai akan sesajen seperti dahulu kala. Walaupun tetap menghargai akan budaya dari nenek moyang. Ketika malam hari setelah ba’dal maghrib Pak San mengadakan acara kecil-kecilan yang berbentuk seperti pengajian. Dirumah yang cukup sederhana Pak San mengundang seluruh warga Desa untuk berdo’a bersama dirumahnya. Acara yang juga cukup sederhana hanya dengan suguhan minuman air pituh didalam kendi dan gelas yang seadanya. Pada acara dirumah Pak San, beliau menyampaikan sedikit ceramah akan ilmu agama. Warga serentak sanagt perhatian dan antusias. Senang dengan apa yang selalu diajarkan pada anak-anak mereka. Hingga bisa merubah semua kondisi Desa Woh kearah yang benar sesuai islam Berbeda dengan acara yang dipagi harinya ada Upacara Adat lengkap dengan sesajen yang mewah dan diiringi dengan penari dan musik. Ketika acara do’a bersama di rumahnya Pak San, beliau mengajak para warga untuk tiap minggunya mengadakan do’a bersama dengan sistem bergilir ditiap rumah warga. Walaupun dengan suguhan yang sederhana. Acara itu dibuat bukan untuk menuntut tuan rumah supaya menyediakan suguhan yang enak-enak. Akan tetapi mampu menangkap isi dari acara itu. Akhirnya warga juga menyetujui usulan dari Pak San, dan sanggup untuk menjadi tuan rumah. Pak San juga mengusulkan pada Pak Kades untuk pembuatan masjid sebagai tempat sembahyang para warga. Pak Kades menerima usulan dari Pak San. “Dan dana untuk pembuatan masjid bisa menggunakan uang anggaran Desa. Bagi para warga jika memiliki waktu untuk membantu dalam proses pembangunan bisa juga membantu dengan tenaga”, kata Pak Kades. Warga langsung bergerak cepat ketika pembangunan masjid dimulai. Seusai sekolah anak-anak tidak ingin bermain lagi. Mungkin juga atas komando dari Pak San yang menganjurkan utuk membantu warga membangun masjid. Biarpun sederhana dan setengah terlihat belum selesai, warga sudah warga sudah menempatinya untuk berjama’ah bersama. Madun dan Kawan-Kawan sudah tidak lagi berburu makanan sesajen, aktivitas mereka kini lebih banyak di masjid. Atau paling tidak, jika menghendaki bermain bersama, mereka lebih senang bermain di tanah lapang sebelah masjid bersama anak-anak desa yang lain. Nama : Ahfi Hikmawati NIM : A.310120002 Kelas : 2A Website : www.ahfiathifa.blogspot.com